Nduk Nik Desak Pemkab Banyuwangi Segera Tangani Konflik Agraria Desa Pakel

| Sabtu, 31/08/2024 15:39 WIB
Nduk Nik Desak Pemkab Banyuwangi Segera Tangani Konflik Agraria Desa Pakel Nihayatul Wafiroh atau Nduk Nik (Anggota DPR RI Fraksi PKB). (Foto: istimewa)

RADARBANGSA.COM - Anggota DPR RI Fraksi PKB dari Dapil Jatim III Nihayatul Wafiroh mendesak Pemkab Banyuwangi segera menyelesaikan konflik agraria di Desa Pakel. Ia menyatakan bahwa konflik di Desa Pakel bukan konflik sosial, tetapi murni agraria.

"Ya konflik ini sudah terlampau lama. Saya kira Pemkab Banyuwangi bukan tidak tahu masalah ini, tetapi mereka terkesan membiarkan. Solusinya cuma satu, tegakkan UU Agraria seadil mungkin," ujar Nduk Nik, sapaan akrab Nihayatul Wafiroh, Jumat (30/8/2024).

"Satu lagi, konflik di Desa Pakel ini bukan konflik sosial, tapi murni konflik agraria. Jadi penyelesaiannya tentu harus mengacu ke Undang-undang Pokok Agraria," tegas Nduk Nik.

Sementara itu, Koordinator kuasa hukum Warga Pakel Banyuwangi, Ahmad Rifa'i alias Tedjo menilai langkah Pemkab Banyuwangi melalui Tim Terpadu (TIMDU) yang mendadak mengirimkan surat pada 30 Agustus 2024 ke Kepala Desa Pakel terkait sosialisasi surat edaran tentang konflik sosial dan penegasan HGU PT. Bumisari Maju Sukses sebagai langkah keliru.

Surat ini diketahui sudah kali kedua dilayangkan setelah sebelumnya tanggal 16 Agustus 2024 Pemkab Banyuwangi juga mengeluarkan surat edaran bernomor 545/901/TIMDU/429.206/2024 yang berisikan Penjelasan dan Penegasan Sertifikat HGU PT. Bumi Sari Maju Sukses di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi.

"Surat ini menegaskan bahwa PT. Bumisari Maju Sukses adalah pemilik sah HGU berdasarkan keterangan dari Kantor Pertanahan (Kantah) BPN Banyuwangi dengan nomor 934/600.1.35.10/VI/2024. Namun, tindakan atas nama penyelesaian konflik ini sangat berpotensi memperkeruh situasi di lapangan," kata Tedjo.

Menurut Tedjo, surat edaran tersebut tidak melalui proses partisipasi warga Desa Pakel dan tidak terbuka secara informasi. Sehingga melanggar hak warga Desa Pakel. 

"Selain itu, cara-cara yang melanggar norma dan etika pemerintahan dijalankan, seperti mengirimkan undangan secara mendadak, satu hari sebelum kegiatan, serta tidak ditandatangani oleh Bupati Banyuwangi atau Sekretaris Daerah yang memiliki kewenangan. Sehingga sosialisasi ini terkesan terburu-buru dan ada tendensi memaksakan kehendak," ungkap Tedjo.

Lebih lanjut Tedjo menegaskan bahwa konflik di Desa Pakel merupakan konflik agraria struktural, bukan sekadar konflik sosial sebagaimana yang terlihat dari pendekatan yang digunakan oleh TIMDU Banyuwangi.

"Konflik agraria struktural merujuk pada pertentangan klaim berkepanjangan atas akses tanah dan sumber daya alam antara masyarakat pedesaan dan badan penguasa atau pengelola tanah. Dalam kasus ini, warga Desa Pakel, yang sebagian besarnya adalah buruh tani, telah lama berjuang untuk mempertahankan hak mereka atas tanah yang mereka tempati," ujarnya.

"Penyelesaian konflik agraria semestinya mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang mengatur tentang Reforma Agraria," sambung Tedjo.

Tedjo berujar, pendekatan yang digunakan oleh Pemkab Banyuwangi dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial justru mengaburkan inti masalah agraria yang sebenarnya. Hal ini dapat mengakibatkan semakin sulitnya mencapai keadilan bagi warga Desa Pakel.

Lebih jauh, penyelesaian konflik agraria ini juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023, yang menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria harus dilaksanakan secara partisipatif melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dari tingkat pusat hingga daerah.

"Oleh karena itu, kami meminta agar penyelesaian konflik agraria di Desa Pakel dialihkan dari TIMDU ke GTRA Kabupaten Banyuwangi, sesuai amanat aturan yang berlaku. Serta menerapkan prinsip keterbukaan informasi dan partisipasi yang bermakna," pungkasnya. 

Tags : Nduk Nik , Banyuwangi , Desa Pakel , Agraria

Berita Terkait